AGAM, LENTERA RAKYAT.ID – Musabaqah Qiraatil Kutub ( MQK ) pondok pesantren se-Agam dalam hari santri nasional 2021 telah selesai diadakan Kamis sore(21/10). Sebanyak 30 santri/wati berkompetisi unjuk kebolehan dalam Keterampilan membaca kitab berbahasa Arab tidak berbaris(gundul). Dari 37 pondok pesantren di Kabupaten Agam hanya 15 pondok yang mengutus, berarti kurang dari separohnya.
Kitab yang diujikan adalah ” Fathul Mu’in” Bab Nikah. Pemilihan kitab merupakan kesepakan rapat MKPP (6/9) di MTI Pasia. Kitab ini adalah kitab standar yang umum dipelajari di pesantren-pesantren di tanah air dan diujikan di MQK sampai tingkat nasional.
Dewan juri sengaja didatangkan dari kalangan yang independen tidak terkait dengan pesantren di Agam untuk menjaga netralitas dan objektifitas. Mereka adalah juri – juri tingkat provinsi yang telah aral melintang di dunia penjurian kitab gundul, yaitu Dr. Saidan Lubis, M.Ag. dari Padang, Yendri Junaidi, Lc., M.A. dari Padang Panjang dan Abrar, Lc., M.A. dari Batu Sangka.
Berdasarkan hasil penilaian selama musabaqah secara umum dewan juri mengapresiasi pencapaian beberapa pesantren di Agam. Artinya, ada beberapa pesantren yang perlu terus meningkatkan kwalitas baca kitab santrinya. Dari beberapa utusan lomba kemaren ada beberapa santri mengaku belum pernah belajar kitab yang diujikan, ada pula yang masih duduk di bangku tsanawiyah sehingga tidak menjawab soal soal yang mungkin hanya bisa dijawab oleh santri aliyah.
Menurut Ustadz H. M. Abrar Ali Imran, Lc., M.A, salah seorang juri yang sempat diwawancarai lewat ponsel, beberapa orang peserta yang tampil di awal cukup bagus, beberapa orang sesudahnya mulai kurang dan separoh terakhir mulai bagus lagi. ” Sebagian peserta mengaku baru tsanawiyah sehingga huruf jar pun belum paham cara pemakaiannya. Ada pula yang tidak mampu menerjemah sehingga berkali menjawab, pas,” ujarnya di balik telepon.
Namun, Ustadz Yendri Junaidi, Lc., M.A. memberi apresiasi kepada peserta yang baru mengenal kitab ini seminggu sebelum lomba tetapi mampu meraih juara.” Jika kitab yang diujikan sudah dipelajari lama dan menang, wajar. Tetapi jika baru mengenal bisa menjawab dan membacanya ini luar biasa,” tukas Ustadz Junaidi dari balik telepon. “Makanya,” lanjut Ustadz Junaidi,” Saya sependapat dengan bapak Yunaldi dalam sambutannya dalam acara pembukaan agar ke depan kita ujikan kitab yang sama- sama belum dipelajari, sehingga hasilnya akan lebih objektif.”
Berbeda dengan Ustadz Junaidi, Dr. H. Saidan Lubis, M.Ag berpendapat bahwa kitab standar seperti “ Fathul Mu’in” sebaiknya dipelajari di setiap pesantren meskipun tidak masuk kurikulum sebab kitab-kitab tersebut sudah menjadi standar nasional untuk MQK. Dalam wawancara dengan beliau lewat ponsel sewaktu berada di Samsat beliau membarikan dua catatan atas MQK kemaren,” Pertama, sebagian pesantren tidak mempelajari kitab “Fathul Mu’in”. Ada yang mempelajari kitab itu tetapi belum sampai ke Bab Nikah.
Maka, sebaiknya setiap pesantren mempelajari kitab standar tersebut sebab sudah menjadi standar lomba sampai tingkat nasional; kedua, secara umum kelemahan anak-anak kita pada terjemahan. Bacaan bagus tetapi terjemahan masih letter lek. Ke depan saya sarankan setiap pesantren membenahi terjemahan ini.” Tukas beliau dari balik telepon.
Di akhir pembicaraan dewan juri menyampaikan selamat dan apresiasi kepada pesantren di Agam khususnya yang juara, bagi yang belum masih ada kesempatan untuk belajar. (Harmen)
Editor : Surya Hadinata, SH