Home / Feature

Sabtu, 16 Oktober 2021 - 11:37 WIB

PERAN ALUMNI LIPIA DI KAMPUNG HALAMAN

Peran Alumni Lipia Di Kampung Halaman

Peran Alumni Lipia Di Kampung Halaman

PERAN ALUMNI LIPIA DI KAMPUNG HALAMAN

Oleh : Harmen St. Rangkayo Basa
Sungai Pua : 15 Oktober 2021

AGAM, LENTERA RAKYAT.ID – Seorang mahasiswa Lipia yang menamatkan qisim Syariah minimal harus melewati dua atau tiga kali tes, I’dad, Takmili dan Syariah atau Takmili dan Syariah. Jarang yang langsung bisa masuk Syariah. Pertanyaan klasik yang sering diulang-ulang oleh penguji kepada peserta ujian muqabalah,” Min aina anta?,” Limadza tusajjil huna?” dan pertanyaan lain yang senada. Jawaban klasik pula yang sering berulang-ulang dari tahun ke tahun adalah: saya dari daerah yang rusak akidahnya, minim dakwahnya, awam penduduknya. Saya ingin mendakwahi mereka. Saya akan pulang ke kampung halaman jika sudah tamat dan akan menyebarkan ilmu kepada mereka.

Demikian kira-kira dialog yang pernah kita alami atau didengar dari kawan. Makanya, kawan-kawan yang berasal dari daerah minus, minoritas muslim, seperti Irian Jaya (Papua), Timor Timor, Bali, Philipina, Thailand, dll sangat berpeluang untuk diterima, sedangkan calon mahasiswa dari Jawa dan Sumatera peluangnya diperkecil.
Akhirnya satu persatu pun lulus.

Mulailah pelajaran dari I’dad ke Takmili dan dari Takmili ke Syariah atau ada yang yang mengambil diploma. Tujuh tahun berlalu mereka tamat. Setelah tamat masing-masing bersebar ke mana-mana.

Ada yang pulang ke kampung halaman; ada yang menetap di Jakarta; ada yang diajak kawan ke daerahnya. Lapangan kerjapun beragam. Ada yang jadi guru; ada yang jadi dosen; ada dai, ada pengusaha travel; ada yang masuk ke lembaga lagislatif atau eksekutif; ada yang jadi penerjemah atau editor di penerbitan; ada yang membangun lembaga pendidikan baik berkelompok maupun sendiri, dll. Pendek kata kita tidak pendengar alumni Lipia jadi pengangguran.

Akan halnya alumni Lipia asal Sumbar dulu juga pernah ditanya pertanyaan yang sama,” Apa tujuan Anda masuk Lipia?” Jawabannya juga sama,” Ingin berdakwah di kampung halaman; ingin memajukan daerah.” dll. Faktanya, ada yang ingat janjinya; ada yang lupa dan ada yang pura-pura lupa. Alumni yang pulang kampung banyak tetapi yang ter-sangkut di rantau tidak sedikit pula. Apapun profesinya dan di manapun berada yang penting misi Lipia tidak boleh dilupakan begitu saja.

Jika ada yang lebih betah di rantau tak bisa pula disalahkan. Banyak alasannya, dari faktor ekonomi sampai ke faktor sosial masyarakat yang tidak memberikan apresiasi yang memadai. Jika merujuk kepada zaman dahulu kita dapat menemukan berbagai alasan mengapa orang Minang lebih besar di luar daripada di kampung halaman sendiri. Para tokoh nasional masa lampau minimal sepertiganya orang Minang.

Baca juga  Fokus Pada Tujuan, Sebuah Teori Ibrahim Mandres

Sebutlah mereka di antaranya: M. Hatta, M. Natsir, M. Yamin, Sutan Syahril, M. Roem, Syarifuddin Prawiranegara, H. Agus Salim, Hamka, Zainal Abidin Ahmad, Yoesoef Syu’aib, para negarawan, ulama, sasrawan, dll banyak sekali. Mereka menjadi orang besar di rantau. Di kampung halaman mereka belum tentu besar. Di kampung mereka kemenakan si fulan, atau sumando di fulan, dll. Kalau orang Piaman pulang ke Piaman apa kata orang-orang tua, “ Bilo Ang pulang, Yuang?” padahal di rantau dia begitu dimuliakan. Titelnya mungkin Doktor atau professor.

Jabatannya mungkin anggota legislatif atau bupati di tempat lain tetapi di kampung dia kemenakan dari mamaknya; sumando mak rumahnya; cucu inyiaknya. Lebih lebih lagi laki-laki di Minang tak punya rumah.

Rumah di kampung adalah rumah uni atau adiknya; anak kemenakannya. Kalaupun ada rumah istrinmya itupun bukan miliknya tetapi milik keluarga istrinya. Itulah sebabnya seperti cerita Buya Hamka dalam “ Adat Minangkabau Menghadapi Revolusi” bahwa mulai era tahun 1920-an banyak laki-laki Minang memboyong anak istrinya ke rantau lalu membeli tanah atau rumah dan tidak mau pulang lagi sebab mereka sudah merdeka di rantau orang. Rumah sudah milik sendiri. Jika meninggal rumah diwariskan kepada anak dan istri.

Itu cerita klasik Minangkabau. Adapun hari ini saya rasa keadaan sudah berbeda. Dulu memang banyak pelajar Minang lebih memilih tinggal di rantau karena ekonomi lebih menjanjikan sedangkan di kampung halaman paling-paling mereka menjadi tenaga honorer dengan gaji pas-pasan atau turun ke ladang membalik-balik tanah.Tapi gengsi pula rasanya. Hari ini saya perhatikan alumni Lipia lebih banyak yang di kampong daripada di perantauan. Menurut keyakinan saya 90% nya ada di kampung. Sebabnya, selain kesadaran dakwah yang mulai tinggi juga ekonomi cukup terjamin. Rata-rata alumni sudah punya mobil pribadi minimal motor. Yang melarat rasanya tidak ada.

Mayoritas alumni berkiprah di dunia pendidikan, keilmuan dan dakwah, dosen, guru, mudir, trainer, penerjemah, dai, dll. Waktu pertemuan alumni Ahad, 10 Oktober yang lalu di istana gubernur pada sesi ta’aruf setidaknya 95% berkecimpung di dunia yang tersebut di atas.

Memang inilah tujuan Lipia didirikan, menyebarkan ilmu pengetahuan Islam dan bahasa Arab. Kalau ilmu pengetahuan Islam mungkin perguruan tinggi lainpun tak kalah hebatnya tetapi soal bahasa Arab saya masih berkeyakinan Lipia unggulannya. Di mana-mana alumni Lipia rata-rata memengang bidang studi bahasa Arab meski ilmu lainpun bisa khususnya Fikih Usul Fikih. Maka bahasa Arab ada sisi kelebihan Alumni Lipia. Memang belum ada jurusan bahasa Arab waktu dulu namun dengan adanya bagian I’dad dan Takmili sudah cukup sebagai bekal jadi guru bahasa Arab dan mungkin mengungguli mahasiswa lain yang jurusannya memang bahasa Arab. Kekurangan mahasiswa mungkin mereka tidak diajar oleh penutur asli di samping kurikulum yang tidak menunjang.

Baca juga  Legenda Bancah Puti Janik Part (7)

Mengingat jumlah alumni yang semakin banyak meski belum seimbang dengan kebutuhan diperlukan langkah-langkah berikut: Pertama membenahi alumni yang ada. SDM alumni yang sudah ada harus ditingkatkan. Artinya, harus diupgrade secara berkala. Kalau tidak bisa saja kwalitasnya menurun baik ilmu bahasa Arabnya maupun ilmu syariahnya. Biasanya seorang mahasisw tahu kekurangannya beberapa tahun setelah ia tamat, setelah ia mengajar. Untuk itu dengan wadar Rabithah atau Ikatan Alumni Lipia Sumbar ini dirasa hal ini lebih mudah diwujudkan. Bentuknya, bisa berupa daurah tadribiyyah singkat tentang nahwu dari A s.d. Z selama satu minggu misalnya. Kita punya dosen, Dr. Budiansyah, M.A., misalnya. Meskipun beliau bukan orang Arab, beliau jadi tempat bertanya dosen Arab tentang nahwu. Saya masih sering berkomunikasi dengan beliau dan beliau siap asalkan ada tempat menginap dan trasportasi pulang pergi.

Kedua memperbanyak mahasiswa Minang masuk Lipia. Saya menilai promosi ke Lipia lemah. Rata-rata santri-santri kita setelah tamat mendaftar ke Al Azhar. Mungkin kita yang kurang promosi. Maka tugas kita adalah mempromosikan dan memusatkan persiapan tes di bawah satu komando. Kita yang alumni bisa mengkoordinir adik-adik kita yang masih kuliah untuk mengadakan daurah persiapan tes secara besar-besaran. Dengan banyaknya mahasiswa Lipia dari Sumbar beban dakwah dan pendidikan Islam kita akan semakin ringan dan kwalitas akan semakin meningkat.

Ketiga mengadakan daurah metode pengajaran bahasa Arab untuk non Arab. Ini tidak boleh dianggap enteng. Memang dari segi ilmu dan teori alumni Lipia tidak diragukan lagi kemampuannya tetapi belum tentu mereka mampu mengajarkan bahasa Arab dengan baik. Maka daurah tentang ini perlu diadakan secara bersama dengan wadah ini.

Keempat membangun lembaga khusus persiapan yang mempersiapkan guru bahasa Arab yang memang ahli di bidang bahasa Arab. Saya tidak meremehkan hasil jurusan Pendidikan Bahasa Arab di perguruan Islam negeri. Tetapi bukan lagi rahasia umum bahwa hasilnya jauh panggang dari api. Jika lembaga ini mampu melahirkan guru bahasa Arab yang berkwalitas saya yakin mutu pendidikan bahasa Arab akan meningkat.
Dengan adanya rabithah yang sudah kita sepakati ini saya yakin tidak ada yang berat jika kita jalani bersama.

Editor : Surya Hadinata, SH

Share :

Baca Juga

Feature

Pengalaman Gara Gara Mantra

Feature

AMIN RAIS TAKANAI BARAGIAH

Feature

Legenda Bancah Puti Janik Part (3)

Feature

Soeharto Antara Benci Dan Rindu

Feature

Legenda Bancah Puti Janik Part (5)

Feature

Pengunduran Tanggal Merah Maulid Nabi 1443 H, Diprotes Pedagang Es Doger

Feature

DPC Syarikat Islam Kota Bukittinggi Menargetkan 1.000 Pengusaha Mikro Terampil pada Tahun 2023-2024

Feature

LEGENDA BANCAH PUTI JANIK Part (1)