Padang, Lenterarakyat.id (Rabu, 03/04/24)
Sidang Kasus Tindak Pidana Korupsi tenaga kebersihan Pasar Atas kembali digelar di Pengadilan Tipikor padang, Kemaren (Selasa, 02/04/24).
Dalam sidang kemaren sudah masuk pada tahap pembelaan atau pledoi, yang mana PH para terdakwa memberikan Pembelaan setelah dibacakan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum beberapa hari yang lalu.
Seperti yang disampaikan oleh Muhammad Alvi Syukri selaku PH dari terdakwa Jhon Fuad, Alvi mengatakan, pada intinya kami tidak sepakat dengan tuntutan jaksa penuntut umum yang mana menuntut terdakwa dengan dakwaan subsidair pasal 3 ayat 1 UU Tipikor Jo 55 ayat (1) KUHP dengan hukuman pidana penjara selama 2 tahun 6 bulan.
Menurut kami, Dakwaan dari JPU ada kekaburan dan ketidakjelasan karena jaksa penuntut umum tidak bisa memperadukan dan adanya ketidaksesuaian antara dakwaan JPU dengan fakta persidangan, sehingga menjadi kontradiksi dan adanya disharmonisasi, padahal secara universal pembuktian dalam dakwaan adalah yang harus lebih dahulu dan diutamakan. Ungkap Alvi.
Oleh karena itu, sesuai dengan uraian tersebut, dimana dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum adanya kekeliruan terhadap penerapan tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa, yang membuat surat dakwaan dari jaksa penuntut umum Batal demi hukum (null and void). Kata Alvi
Alvi menambahkan, Bahwa dalam surat dakwaan dan tuntutan Penuntut umum terkesan memaksakan keadaan, yaitu dengan menyebutkan adanya kerugian Negara yang ditimbulkan dalam pengelolaan jasa kebersihan Pasar Atas Bukittinggi,
yang mana kerugian negara merupakan salah satu unsur yang harus di penuhi oleh JPU untuk membuktikan tuntutannya.
Akan tetapi, jaksa penuntut umum dalam tuntutan tidak dapat menguraikan secara jelas dan cermat berapa kerugian negara yang ditimbulkan secara pasti, dan bagaimana perhitungan kerugian negara tersebut, dan juga apakah kerugian negara yang ditimbulkan oleh Terdakwa disebabkan dengan cara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kedudukan atau jabatannya. Kata Alvi
Selain itu, hal-hal yang patut dipertanyakan terhadap kesimpulan JPU yang menyatakan adanya kerugian Negara sebesar Rp. 145.525.219,77,- (Seratus empat puluh lima juta lima ratus dua puluh lima ribu dua ratus Sembilan belas koma tujuh puluh tujuh rupiah) dalam perkara ini untuk periode Juli 2020 sampai Januari 2021 antara lain,
a. Metode apakah dalam sistem akuntasi yang digunakan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam menghitung jumlah kerugian negara.
b. Apa rujukan Jaksa Penuntut Umum dalam menghitung kerugian negara sebesar sebesar Rp. 145.525.219,77,- (Seratus empat puluh lima juta lima ratus dua puluh lima ribu dua ratus Sembilan belas koma tujuh puluh tujuh rupiah)?
c. Apakah uang yang dipotong oleh Randy Oktavian 2,5% yang menurut dakwaan JPU dapat dikualifikasikan sebagai “uang negara”?. Ucap Alvi
Alvi juga menambahkan, karena faktanya, menurut keterangan saksi Randy Oktavian, uang tersebut adalah keuntungan perusahaan PT. Oksyada Putra Mandiri yang jelas-jelas merupakan perusahaan swasta.
Apakah Invoice yang dibuat oleh Terdakwa merugikan keuangan Negara? Perlu diperhatikan bahwa invoice yang dibuat oleh Terdakwa guna untuk pencairan dana, dan tujuan dari dana tersebut adalah untuk membayar para pekerja dan membeli perlengkapan, karena pada prinsipnya sesuai perjanjian PT. Pemenang Tender dengan Pemko Bukittinggi pencairan dana dilakukan jika pekerjaan telah selesai.
Apakah tidak sesuai jumlah karyawan yang bekerja dapat merugikan keuangan negara? Jika kesanggupan PT. mempekerjaan orang sekitar 60 orang sedangkan diperjanjian harus menyediakan 73 orang, maka menurut hemat kami Penasehat Hukum dari terdakwa, hal itu tidak ada kaitannya merugikan keuangan negara selama pekerjaan itu selesai, dan tentang kekurangan jumlah tenaga kerja yang dijadikan salah satu acuan Jaksa penuntut umum dalam dakwaan dan tuntutannya sebagai bentuk tindak pidana korupsi hal itu bukan termasuk sebagai ranah pidana akan tetapi hal itu merupakan ranah Perdata karena tidak sesuai dengan Perjanjian yang telah disepakati, Antara PT. Oksyada Putra Mandiri dengan Pemko Bukittinggi. Ujar Alvi.
Alvi juga mempertanyakan, Apakah selisih BPJS yang dikatakan oleh Jaksa Penuntut umum menjadi kerugian Negara? Berpikir secara logika, uang yang diterima oleh PT dibayarkan untuk BPJS Ketenagakerjaan untuk 73 orang sedangkan jumlah pekerja hanya sekitar 57-61 orang. Selisih yang dikatakan oleh Jaksa Penuntut umum dalam dakwaan dan tuntutannya menyebabkan kerugian Negara, yang membayarkan BPJS Ketenagakerjaan bukan Pemko Bukittinggi tetapi PT.Oksyada Putra Mandiri yang telah menerima dana pengelola. Katanya
Harapan saya kepada majelis hakim, agar membebaskan terdakwa dari segala tuntutan jaksa penuntut umum. Karena, lebih baik membebaskan 1000 orang bersalah dari pada menghukum 1 orang yang tidak bersalah (in dubio pro reo), Pungkas Alvi Syukri mengakhiri.
Dalam Sidang Pembelaan atau Pledoi ini, pada intinya seluruh PH terdakwa menyampaikan kepada Hakim untuk dibebaskan sesuai dengan Pledoi masing – masing. (RSA)