PENDAHULUAN : Perkawinan adalah institusi penting dalam kehidupan masyarakat yang tidak hanya berdimensi sosial, tetapi juga agama dan hukum. Dalam konteks umat Islam di Indonesia, perkawinan diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), khususnya pada Buku I, KHI menjadi pedoman utama bagi Pengadilan Agama dalam menyelesaikan perkara perkawinan, sekaligus menjadi rujukan hukum keluarga bagi masyarakat Muslim Indonesia.
Pengertian Perkawinan Menurut KHI
Dalam Pasal 2 KHI dinyatakan bahwa “Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalizhan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.”
Dengan demikian, perkawinan tidak hanya bersifat perjanjian sosial, tetapi juga ibadah yang bernilai sakral.
TUJUAN PERKAWINAN
Menurut Pasal 3 KHI, tujuan perkawinan adalah:
1. Membentuk keluarga (rumah tangga) yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.
2. Melanjutkan keturunan sesuai ajaran Islam.
3. Menjaga martabat dan kehormatan manusia dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.
SYARAT DAN RUKUN PERKAWINAN
KHI menetapkan bahwa syarat dan rukun perkawinan meliputi:
• Calon suami dan istri
• Wali nikah (harus laki-laki, Muslim, dan memiliki hubungan nasab)
• Dua orang saksi
• Ijab dan qabul (pernyataan nikah antara wali dan calon suami)
MAHAR
Mahar merupakan kewajiban suami kepada istri sebagai bentuk penghargaan. KHI mengatur bahwa mahar boleh berupa uang, barang, atau jasa, dengan ketentuan disepakati kedua belah pihak (Pasal 30-34). Tidak ada batasan minimum atau maksimum mahar, selama sesuai kemampuan dan kesepakatan.
HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI
Dalam Pasal 79-84 KHI, disebutkan bahwa:
• Suami wajib melindungi istri, memberi nafkah, dan membimbing dalam kehidupan rumah tangga.
• Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya serta menjaga kehormatan dan harta suami.
• Suami istri harus saling mencintai, menghormati, dan membantu satu sama lain.
POLIGAMI
KHI memperbolehkan poligami, tetapi secara ketat membatasinya (Pasal 55-59). Seorang suami hanya dapat menikah lebih dari satu jika:
• Istri tidak dapat menjalankan kewajiban.
• Istri mendapat cacat badan atau penyakit.
• Istri tidak dapat melahirkan keturunan. Namun, suami harus mendapat izin dari pengadilan agama dan persetujuan istri.
PEMBATALAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN
Perkawinan dapat dibatalkan apabila terjadi pelanggaran syarat dan rukun, seperti wali tidak sah atau adanya paksaan. Sementara itu, perkawinan dapat putus karena:
• Talak
• Cerai gugat
• Meninggal dunia
• Putusan pengadilan (Pasal 38-41)
KESIMPULAN
Kompilasi Hukum Islam memberikan kerangka hukum yang jelas dan aplikatif bagi umat Islam dalam menjalankan perkawinan. Ia mengakomodasi nilai-nilai syariat Islam dengan mempertimbangkan realitas masyarakat Indonesia. Meskipun demikian, KHI masih memerlukan penguatan dari sisi keadilan gender dan perlindungan hak-hak perempuan, agar lebih sesuai dengan prinsip keadilan dalam Islam.
Penulis : Firdaus Arifin S.H (Mahasiswa Pascasarjana UIN Bukittinggi)